Wafatnya Abu Thalib, sosok paman yang amat dicintai oleh Nabi Muhammad SAW, merupakan pukulan telak bagi hati yang lembut sang Rasulullah. Pada usia yang telah memasuki lebih dari delapan puluh tahun, Abu Thalib menghembuskan napas terakhirnya karena penyakit yang telah lama menggerogoti tubuhnya. Nabi Muhammad SAW pernah berkata dengan suara penuh kebenaran, "Tidak pernah aku disakiti secara fisik, kecuali setelah Abu Thalib wafat." Hal tersebut, tak lain tak bukan bersebab Abu Thalib ialah satu sosok yang disegani di antara kaumnya.
Saat-saat terakhir Abu Thalib menjadi cobaan berat bagi Nabi Muhammad SAW. Dalam keheningan yang menyelimuti, Abu Thalib menyampaikan kalimat terakhir yang menyayat hati, "Aku tetap berada dalam agama Abdul Muthalib." Kata-kata itu seperti tombak yang menusuk ke dalam hati Nabi, mengingat betapa besar kasih sayangnya kepada sang paman yang tidak pernah memeluk Islam meskipun telah diajaknya. Ayat-ayat Al-Qur'an pun turun, merangkai kata-kata yang menggetarkan jiwa,
إِنَّكَ لَا تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ ٥٦
"Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk." (28:56)
Allah SWT juga berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 80,
ٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِن تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةًۭ فَلَن يَغْفِرَ ٱللَّهُ لَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَـٰسِقِينَ ٨٠
"(Sama saja) engkau (Muhammad) memohonkan ampunan bagi mereka atau tidak memohonkan ampunan bagi mereka. Walaupun engkau memohonkan ampunan bagi mereka tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu, karena mereka ingkar (kafir) kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (9:80)
Demikian pula, ayat 113 dari Surah At-Taubah menegaskan,
مَا كَانَ لِلنَّبِىِّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن يَسْتَغْفِرُوا۟ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوٓا۟ أُو۟لِى قُرْبَىٰ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَـٰبُ ٱلْجَحِيمِ ١١٣
"Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat-(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam." (9:113)
Setelah Sang Paman Tiada
Semenjak itu, Nabi tidak lagi meminta ampunan untuk Abu Thalib. Beliau segera move on dari kesedihan dan terus menjalankan misi kenabian dengan tegar.
Namun, setelah wafatnya Abu Thalib, kehidupan Nabi Muhammad SAW menjadi semakin menantang. Beliau tidak lagi memiliki perlindungan dan dukungan dari Abu Thalib yang sangat dihormati di kalangan Quraisy. Nabi bahkan mengungkapkan bahwa setelah wafatnya Abu Thalib, belliau mulai menerima perlakuan kasar dan fisik yang belum pernah dialaminya sebelumnya.
Di satu kesempatan, Nabi Muhammad SAW malah diolok-olok dan dihina oleh orang-orang Quraisy tatkala beliau tengah melaksanakan shalat di depan Ka'bah. Abu Jahl dan pengikut-pengikutnya mengajukan tantangan agar ada yang berani mengganggu shalat Nabi Muhammad SAW. Tantangan diterima. Mereka dengan tega, meletakkan jeroan unta di atas punggung Nabi ketika beliau sedang bersujud.
Meskipun dihadapkan pada situasi yang sangat memilukan, Nabi tetap teguh dalam shalatnya. Beliau sujud dengan kotoran memenuhi punggungnya. Bagaimana mungkin? Sedang dalam sujud itu, beliau tengah meninggikan nama Tuhannya? Orang-orang di sekitarnya yang menyaksikan dan tak bernyali menghadapi Abu Jahl dan pengikutnya secara langsung, melangkahkan kakinya pergi dan melaporkan kejadian tersebut kepada putri Nabi Muhammad SAW, Sayyidah Fatimah.
Cinta dan Perlindungan dari Putri Nabi
Ketika Fatimah mendengar apa yang terjadi, ia segera bergegas menuju tempat yang dituju dan menyingkirkan apa yang memenuhi punggung Nabi, lantas mengatakan kepada orang-orang, "Jangan ganggu ayahku." Ia berusaha melindungi dan membela Nabi Muhammad SAW dalam situasi yang sulit dan penuh tekanan itu.
Nabi Muhammad SAW kemudian bangkit setelah kotoran itu dibuang dan melanjutkan shalatnya hingga salam lalu berdoa kepada Allah SWT. Ketika Fatimah melihat kondisi Nabi Muhammad SAW yang terhina dan tidak ada yang membela, Fatimah menangis dengan sedih. Namun, Nabi dengan dada tegar nan bijak mengingatkan bahwa Allah SWT akan menjaga dan melindungi Nabi-Nya. Beliau berkata, "Jangan menangis, wahai anakku. Sesungguhnya Allah yang menjaga bapakmu."
Pelajaran yang dapat Dipetik
Kita dapat mengambil pelajaran berharga dari perjuangan Nabi Muhammad SAW. Meskipun beliau merasakan duka yang mendalam akibat kehilangan Abu Thalib dan perlakuan buruk yang beliau alami, Nabi Muhammad SAW tetap kokoh dalam imannya, tetap melanjutkan perjuangannya, dan tidak membiarkan hal-hal negatif mempengaruhi dirinya.
Dalam hidup kita, mungkin kita akan menghadapi cobaan, kesedihan, atau kehilangan yang sulit untuk dilupakan. Namun, penting bagi kita untuk tetap kuat, move on, dan melanjutkan perjalanan hidup dengan keyakinan dan keikhlasan dalam hati. Bukankah begitu?
Penulis: Isma'ul Ahmad