Cintailah Iman, Adab, Ilmu dan Amal.
Tujuan Sholat Salah satu tujuan dari sholat adalah untuk mendekatkan diri dengan Allah dan mengekspresikan cinta pada-Nya. Sebagaimana cinta seorang lelaki pada seorang perempuan yang membuatnya sanggup mendaki gunung dan menyeberangi lautan demi sang kekasih. Namun, sebenarnya Tuhan tidak meminta kita untuk melakukan hal-hal yang sulit seperti mendaki gunung atau menyeberangi lautan untuk membuktikan cinta kita pada-Nya. Tuhan hanya meminta kita untuk melangkah sejauh 100 meter ke rumah-Nya. Jika kita tidak mampu melakukannya, bagaimana mungkin kita dapat membuktikan cinta kita pada Allah? Sebagai contoh, Nabi Muhammad SAW baru melaksanakan puasa ketika berusia 55 tahun, melakukan Umrah ketika berusia 59 tahun, dan baru menunaikan ibadah haji ketika berusia 62 tahun. Namun, hal itu tidak mengurangi kecintaannya pada Allah. Kita tidak perlu melakukan hal-hal yang sulit atau merugikan diri sendiri untuk membuktikan cinta kita pada-Nya. Cukup dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan dalam agama Islam dengan ikhlas dan konsisten, serta menghindari larangan-larangan-Nya. Syarat Diterimanya Amal Ketika kita melakukan amalan, ada dua hal penting yang harus kita perhatikan agar amalan tersebut diterima oleh Allah SWT. Pertama, kita harus melakukannya dengan ikhlas. Ikhlas artinya melakukan sesuatu hanya untuk Allah, bukan untuk mencari pujian atau imbalan dari orang lain. Kita harus selalu mengingat bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui atas segala sesuatu yang kita lakukan. Oleh karena itu, setiap amalan yang kita lakukan haruslah dilakukan dengan penuh kesungguhan dan tulus ikhlas, tanpa mengharapkan apapun kecuali ridha Allah SWT. Kedua, amalan yang kita lakukan harus sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Ini disebut dengan mutabaah. Kita harus mengikuti dan melaksanakan segala perintah dan tuntunan agama yang sudah dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadits, tanpa menambah atau mengurangi sedikitpun. Kita tidak bisa melakukan amalan semaunya sendiri atau menuruti hawa nafsu kita, karena itu hanya akan menyebabkan amalan kita tidak diterima oleh Allah SWT. Dua Jenis Ibadah Dalam agama Islam, terdapat dua jenis ibadah yaitu ibadah sosial dan ibadah ritual. Ibadah sosial meliputi segala jenis amal yang dilakukan untuk kemaslahatan bersama, seperti zakat, sedekah, dan berbuat baik kepada sesama. Sedangkan ibadah ritual meliputi amalan ibadah yang bersifat formal dan terstruktur, seperti sholat, puasa, dan haji. Meskipun keduanya penting, dalam Al-Quran lebih banyak disebutkan tentang ibadah sosial dibandingkan dengan ibadah ritual. Oleh karena itu, jika kita hanya fokus pada ibadah ritual seperti sholat saja, kita hanya melaksanakan sebagian kecil dari isi Al-Quran. Kedua jenis ibadah tersebut harus dihayati agar dapat mewujudkan akhlak yang baik dalam diri kita. Akhlak merupakan kesadaran makhluk kepada Khaliq, bukan karakter atau moral semata. Akhlak ini terbentuk dari penghayatan terhadap ibadah yang dilakukan. Jika kita melakukan ibadah sosial dengan ikhlas dan penuh keikhlasan, maka akan terbentuk akhlak yang baik dalam diri kita. Misalnya, jika kita memberikan sedekah dengan ikhlas, maka kita akan terbiasa untuk menjadi orang yang dermawan dan selalu berbuat baik kepada sesama. Syair yang Melemahkan dan Menguatkan Syair atau puisi merupakan karya seni yang indah dan sarat makna. Namun, tidak semua syair cocok untuk dikonsumsi. Sebagai seorang muslim, kita harus hati-hati dalam memilih syair yang kita dengarkan atau kita baca. Jika syair tersebut membuat iman kita melemah atau mengandung hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama, maka sebaiknya kita tinggalkan. Namun, jika syair tersebut dapat memperkuat iman dan menguatkan tekad untuk beribadah kepada Allah SWT, maka kita boleh mengonsumsinya. Pluralisme, Toleransi dan Dikotomi dalam Beragama Pluralisme agama adalah konsep yang menyatakan bahwa semua agama sama dan memiliki kebenaran masing-masing. Namun, sebagai seorang muslim, kita meyakini bahwa Islam adalah agama yang benar dan mengajarkan nilai-nilai kebenaran yang universal. Oleh karena itu, kita harus memegang teguh keyakinan kita dan mengajarkan nilai-nilai Islam dengan penuh kasih sayang dan kearifan kepada sesama. Rumus mengukur iman tidak hanya berdasarkan seberapa banyak ibadah yang kita lakukan, tetapi juga seberapa terpujinya akhlak kita. Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang memiliki akhlak yang terbaik. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk selalu berbuat baik kepada sesama dan memperbaiki akhlak kita agar iman kita semakin kuat. Tujuan akhir dari perbincangan tentang iman adalah untuk mendorong terciptanya akhlak yang baik. Dengan memiliki akhlak yang baik, maka kita akan selalu dekat dengan Allah SWT dan mendapatkan berkah dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, kita harus senantiasa mengembangkan akhlak yang terpuji dan mengikuti ajaran Islam dengan sepenuh hati. Toleransi adalah saling membiarkan. Dalam aqidah, ada aspek teologis yang tidak dapat disamakan, namun dalam aspek muamalah, kita dapat bekerja sama. Seperti yang tertera dalam ayat "lakum dinukum waliyyadin, lana amluna walakum amalukum" yang artinya "Untukmu agamamu, untukku agamaku. Untukmu amalmu, untukku amalku". Sedekah tidak melihat agama, sedangkan zakat melihat agama. Ada delapan asnaf penerima zakat yang telah ditentukan oleh agama Islam. Selain itu, tersenyum kepada sesama tidak melihat agama, karena tersenyum adalah tindakan kecil yang bisa membuat orang lain merasa bahagia dan damai. Jangan melakukan dikotomi atau memecah belah antara ilmu pengetahuan dengan agama. Teori Darwin hanya berlaku dalam pelajaran biologi, bukan dalam ajaran agama. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, kita harus memperkuat keyakinan kita pada agama dan selalu berusaha mengintegrasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sedekah dan Zakat Di dalam Islam, terdapat dua bentuk amal kebajikan yang dikenal sebagai sedekah dan zakat. Sedekah adalah tindakan memberikan bantuan atau sumbangan kepada orang yang membutuhkan, tanpa melihat agama atau latar belakang mereka. Sedangkan zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang memiliki harta yang mencukupi, untuk memberikan sebagian dari hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan, yang telah memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan oleh syariat Islam. Sedekah dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak terbatas pada muslim saja, bahkan tidak terbatas pada agama tertentu. Sedekah dilakukan sebagai tindakan kebajikan yang bersifat universal, tanpa melihat latar belakang agama atau status sosial penerima. Sedekah juga dapat berupa tindakan nyata, seperti memberikan makanan, pakaian, obat-obatan, atau bantuan keuangan kepada orang yang membutuhkan. Namun, zakat memiliki kriteria yang harus dipenuhi oleh penerima, seperti harus beragama Islam, memiliki harta yang mencukupi, dan memenuhi kriteria-kriteria lain yang ditetapkan oleh syariat Islam. Zakat juga memiliki delapan asnaf. Filosofi Dakwah Filosofi dakwah adalah suatu konsep yang penting dalam Islam. Dakwah sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti panggilan atau seruan. Filosofi dakwah ini menyatakan bahwa dalam berdakwah, kita harus siap memberikan segalanya dan memenuhi semua yang diminta agama, bukan sebaliknya. Dalam hal ini, kita harus siap berkorban diri, perasaan, waktu, dan bahkan nyawa, jika diperlukan. Namun, dakwah tidak hanya tentang berkorban saja. Dakwah juga berkaitan dengan upaya untuk menerangi dan memberikan manfaat pada orang lain. Seperti halnya lilin yang harus dibakar untuk menerangi sekitarnya, kita juga harus berusaha untuk menjadi lilin yang menerangi lingkungan sekitar. Dalam hal ini, dakwah tidak hanya sekedar mengajak orang untuk masuk Islam, tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan berkontribusi dalam mewujudkan kebaikan dan keadilan di dunia. Namun, dalam berdakwah, kita tidak boleh mengabaikan kepentingan dan hak-hak orang lain. Kita juga harus menghormati perbedaan dan menjaga akhlak yang baik. Dalam Islam, dakwah tidak boleh dilakukan dengan cara yang merugikan atau merusak kepentingan orang lain. Oleh karena itu, filosofi dakwah mengajarkan bahwa kita harus melakukan dakwah dengan cara yang benar dan memberikan manfaat bagi orang lain, serta menjaga hubungan baik dengan lingkungan sekitar. Legal Hidup di Indonesia Indonesia adalah sebuah negara yang berdasarkan Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat tiga aspek yang menjadi landasan hukum yang berlaku secara paralel, yaitu legal syariat, legal hukum, dan legal NKRI. Pertama, legal syariat merujuk pada hukum yang berdasarkan ajaran agama Islam dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan syariat Islam. Dalam hal ini, hukum syariat hanya diberlakukan bagi umat Islam yang berada di wilayah yang menganut sistem hukum syariat, seperti Aceh. Kedua, legal hukum mengacu pada hukum yang berlaku secara umum dan tidak bertentangan dengan KUHP, sehingga diakui oleh negara. Misalnya, ketika seseorang melakukan tindak pidana seperti mencuri atau membunuh, maka dia akan dijerat oleh hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Ketiga, legal NKRI merupakan landasan hukum yang mengacu pada kesepakatan bersama antara seluruh masyarakat Indonesia dan menghormati keberagaman agama dan budaya yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, legal NKRI memiliki kaitan dengan hukum yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga tertinggi yang memberikan fatwa tentang hal-hal yang berkaitan dengan agama dan kehidupan bermasyarakat. Dalam konteks hidup di Indonesia, tiga aspek ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Meskipun Indonesia adalah negara yang mayoritas beragama Islam, namun legal syariat hanya berlaku di wilayah-wilayah tertentu dan bagi umat Islam yang berada di sana. Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik, kita harus mematuhi ketentuan yang berlaku dan menghormati keberagaman yang ada di Indonesia, serta menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Sesi Pertanyaan Dalam Alquran, disebutkan bahwa ibadah sosial lebih banyak daripada ibadah ritual. Lalu, bagaimana jika ada seseorang yang hanya melakukan ibadah ritual, seperti sholat, puasa, zakat, dan sebagainya, serta melakukannya dengan baik. Namun, dalam hal ibadah sosial, dia tidak melakukan sama sekali, seperti tidak menyapa atau berbuat baik pada saudaranya, meskipun dia juga tidak menyakiti siapapun. Oleh karena itu, pertanyaannya, apakah hanya melakukan ibadah ritual yang hanya untuk dirinya sendiri sudah cukup untuk mencapai rahmat Allah, Ustadz? Jawaban: Jangan kita beriman kepada sebagian, dan meninggalkan sebagian yang lain. Jika demikian, kita tidak menjadi muslim yang kaffah. Sebab, berakhlak keseluruhan saja belum tentu mendapat rahmat Allah, apalagi hanya sebagian?Pemateri : Dr. Wido Supraha (Wakil Ketua Komisi Penelitian & Pengkajian MUI Pusat)
Kegiatan : YISC Al-Azhar
Pelaksanaan : Ahad, 12 Februari 2023
Community : https://chat.whatsapp.com/LX3cDT2allQ4A2IyA1RFK5
Instagram : instagram.com/supraha
Dialog : https://chat.whatsapp.com/IJB9zrfcYhR0AijTO7aTk3
Website : widosupraha.com
Pencatat : Isma'ul Ahmad