Dugaan Layla ternyata terbukti tepat, begitu Majnun mendengar berita kematian kekasihnya, ia segera berlari menuju makamnya bagaikan halilintar yang digerakkan oleh amukan badai.
Sungguh pemandangan yang menyedihkan. Di sana ada jiwa yang dinodai oleh kesedihan; di sana ada hati yang diporak-porandakan oleh api penderitaan serta kesengsaraan, api yang begitu menakutkan hingga membuat Majnun menjadi abu.
Orang-orang yang melihatnya di makam Layla begitu terpana dengan penampilannya sehingga sebagian besar dari mereka berlar ketakutan. Mereka yang mendengar kisahnya dari orang lain merasa iba dan kemudian menangisinya. Tak ada seorang pun- bahkan hati yang keras sekalipun - yang tak tergerak dengan apa yang mereka lihat ataupun dengar pada hari itu.
Awalnya, la menggeliat-geliat di tanah bagalkan ular gila yang menjaga harta yang sangat berharga. Lalu, ketika kematian Layla mulai meresap ke dalam dirinya, ia memandang makam Layla dengan mata berkaca-kaca. la tampak seolah sedang dalam keadaan tak sadarkan diri oleh mantera-mantera. Selama beberapa saat ia hanya duduk di sana, tak sanggup bicara.
Akhirnya gerbang emosi itu terbuka dan semburan ratapan mengalir dari bibirnya: "Kekasihku yang cantik! Kau telah mati sebelum kau berkembang. Ketidakberuntungan yang kejam telah mengubah musim semimu menjadi musim gugur, kau belum sempat menatap dunia dengan jelas sebelum kedua mata indah itu akhirnya tertutup untuk selamanya."
Kerumunan orang yang hadir di makam Layla memandangnya dengan heran tatkala Majnun mengayun-ayunkan tubuhnya yang bertumpu pada lututnya di sisi makam Layla seolah sedang dirasuki makhluk halus. Kata-katanya - tentu saja, pikir mereka, merupakan kegilaan yang tak jelas-menjadi semakin keras dan tak terkontrol dengan setiap helaan napas.
la melanjutkan, "Katakan padaku, bagaimana kabarmu di bawah sana, di tengah kegelapan? Apa yang telah terjadi dengan kecantikanmu saat ini? Pakaian warna apa yang mereka kenakan padamu, sayangku?"
[Bersambung]
@apostrof.id