Layla tidak mengizinkan seorang pun menjenguknya selain ibunya. sebelum semuanya terlambat, ia memutuskan untuk membuka rahasianya untuk pertama dan terakhir kalinya. Ia menggenggam tangan Ibunya dan berkata: Duhai Ibu, cahayaku telah memudar dan segera lilin keabadianku akan padam. Sebelum kegelapan datang dan nyawaku diambil, aku harus menceritakan apa yang kupendam di dalam hatiku. Sungguh aku tidak memiliki pilihan lain selain melepaskan bebanku. Kesedihan telah menghancurkan belenggu di bibirku dan aku tidak dapat menahannya lagi.
Orang yang kucintai, laki-laki yang karenanya aku hidup, dan karenanya aku mati, saat ini berada jauh dan tak dapat mendengarku, tapi kau dapat mendengarku.
Duhai ibu, dan karena kau dapat mendengarku maka aku mohon padamu untuk memenuhi permintaan terakhirku.
Ketika aku mati, pakaikanlah aku baju pengantin. Jangan bungkus aku dengan kain kafan. Riaslah aku seperti pengantin dan buatlah aku secantik mungkin. Untuk mewarnai kelopak mataku, kau harus mengambil debu dari bawah telapak kaki kekasihku. Bukan warna ungu yang kuinginkan, kau harus menggunakan kegelapan lukanya. Bukan pula air mawar, kau harus menggunakan air matanya untuk memandikanku. Dan bukan minyak kasturi, kau harus menggunakan kesedihannya sebagai wewangianku.
Baju pengantin harus berwarna merah darah, warna kesyahidan. Bukankah aku seorang suhada dalam cinta? Merah adalah warna perayaan dan upacara. Bukankah kematian adalah perayaanku? Dan bukankah ia upacaraku? kemudian setelah kau memakaikan baju merah itu tutupi aku dengan cadar dari tanah. Cadar yang tidak akan pernah aku lepas lagi dan aku akan....
[Penasaran apa yang terjadi setelah ini? Nantikan pos selanjutnya yaa...]
Layla & Majnun Karya Nizami
@apostrof.id