Dunia Tanpa Islam, Hanyalah Kumpulan Etika Baik Tanpa kebenaran



Islam mengajarkan kita untuk berpikir. Sama seperti Ibrahim yang melihat bintang-gemintang, kemudian ia bertanya: apakah ini Tuhanku? Ketika fajar menjelang dan bintang menghilang, Ibrahim berpaling.

Ketika melihat bulan, ia berpikir: ini lebih besar dari bintang. Apakah ini Tuhanku? Bulan tenggelam. Ibrahim kembali berucap: tak mungkin Tuhan tenggelam.

Melihat matahari, kembali ia bertanya: ini lebih besar dan lebih terang dari bulan dan bintang. Apakah ini Tuhanku? Senja datang, matahari tenggelam. Ibrahim tak suka Tuhannya tenggelam.

Semakin ia berpikir, semakin terbukalah pikirannya. Bahwasanya ada kekuatan Yang Maha Dahsyat yang mengatur kerlip gemintang, terangnya rembulan, dan tenggelamnya matahari. Dialah Allah, Tuhan semesta alam.

Kita, manusia biasa yang penuh dosa ini, juga dapat berpikir dan mengambil makna dari setiap kejadian sehari-hari.

Contoh sederhana, islam melarang kita meniup makanan dan minuman panas. Dari segi kesehatan, bertemunya air dan udara yang kita tiupkan akan menghasilkan asam karbonat yang dapat menyebabkan penyakit jantung. Dari segi etika, ini menarik, betapa islam menaruh perhatian besar pada kehidupan sosial.

Kamu pasti pernah menikmati nasi hangat yang baru saja masak, bukan? Tentu sedap bukan main rasanya. Tapi, bagaimana jika ada tetanggamu yang kelaparan dan hanya bisa makan nasi kering dan dingin sisa kemarin?

Begitulah seharusnya seorang muslim berislam. Untuk mampu membaca hikmah dari setiap anjuran dan larangan, untuk mampu membaca tanda di setiap kejadian. Agar dunia semakin sadar, betapa rasionalnya agama ini.

Sebab,

Dunia tanpa islam, hanyalah kumpulan etika baik tanpa kebenaran.

Dunia tanpa sastra, hanyalah kumpulan bacaan tanpa rasa.

Dan dunia tanpa kamu, hanyalah kekosongan yang dipaksa terisi.

@apostrof.id
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak