Kemudian setelah kau memakaikan baju merah itu tutupi aku dengan cadar dari tanah. Cadar yang tidak akan pernah aku lepas lagi. Dan aku akan menunggu hingga ia datang, karena ia pasti akan datang.
Pengelana yang resah, pengembara cinta yang abadi itu akan menemukan jalan menuju makamku, dan di sana ia bersimpuh serta memohon padaku untuk menunjukkan diri. Namun cadar dari tanah itu tidak akan terangkat. Maka yang bisa dilakukan hanyalah menangis tersedu-sedu.
Tenangkan ia, Ibu, karena ia adalah sahabat sejatiku. Perlakukan ia dengan baik dan berikanlah ia kasih sayang seakan-akan ia adalah anakmu sendiri. Lakukan ini untuk Tuhan dan untuk cintaku padanya. Aku mencintainya lebih daripada aku mencintai kehidupan.
Dan keinginanku adalah kau harus mencintainya juga. Dia adalah satu-satunya milikku, ibu. Dan aku mewariskannya padamu untuk kau jaga.
Nafas Layla terengah-engah. Sinar matanya memudar. Butir-butir keringat muncul seperti mutiara-mutiara di dahinya yang berwarna gading. Layla belum selesai. Suaranya berubah menjadi bisikan lirih. Ia melanjutkan kalimatnya. Jika ia datang kau akan segera mengenalinya. ketika ia datang sampaikan pesan ini padanya.
Ketika Layla meninggalkan dunia ini, ia meninggalkan dengan namamu di bibirnya. Kata-kata terakhirnya adalah tentang kau dan hanya engkau seorang. Di dalam kematian seperti di dalam kehidupan, ia setia tidak kepada siapa pun selain engkau. Ia telah ikut memikul kesedihanmu di dunia ini dan sekarang ia telah membawanya sebagai bekal bagi perjalanannya. Cintanya padamu tidak mati bersamanya. Dimana pun ia berada sekarang, ia tetap merindukanmu.
[Apa yang terjadi setelah ini? Nantikan post selanjutnya]
@apostrof.id