Bahagian #10 - Detik-detik Terakhir Layla yang Menyedihkan

Di taman, daun-daun berguguran seperti air mata. Bunga-bunga telah menanggalkan gaun musim panas mereka yang berwarna-warni. Lalu mengenakan jubah gelap musim dingin. Warna putih melati telah kehilangan kesegarannya. Mawar menggugurkan helai-helai daun. Bunga-bunganya seakan-akan meratapi berakhirnya musim panas. Bunga narsi mengucapkan selamat tinggal pada teman-temannya dan bersiap untuk berangkat bagaikan para nelayan yang ketakutan akan badai yang pernah mendekat.

Layla pun tidak jauh berbeda. Musim seminya telah berakhir, berubah menjadi musim dingin akibat dari jari buku takdir oleh sentuhan dingin kesengsaraan hidup yang sangat berat. Kehidupan yang pernah cemerlang di dalam dirinya, kini tidak lebih dari sebuah kerlip api kecil yang dipermainkan oleh angin yang dapat padam sewaktu-waktu. Dari sebuah bulan purnama yang dulu bersinar-sinar, kini hanya sebuah bulan sabit pucat yang tersisa. Dari pohon cemara yang dulu berdiri megah, kini hanya sebuah bayangan lemah yang dapat terlihat.

Layla bagaikan bunga yang telah kehilangan kesegaran dan daun-daunnya berguguran. Bahkan Layla bukanlah Layla lagi. Tubuhnya terserang demam. Tubuhnya begitu lemah hingga ia tidak dapat meninggalkan ranjangnya. Segera jelas tampak olehnya bahwa ia tidak akan lama lagi berada di dunia ini.

Layla sadar bahwa malaikat maut telah datang. Ia dapat merasakan kehadirannya di dalam kamarnya. Ia dapat merasakan nafas dingin di tengkuknya, menyadari bahwa waktu untuk pergi telah tiba.

Layla tidak mengizinkan seorang pun menjenguknya selain ibunya. Sebelum semuanya terlambat, ia memutuskan untuk membuka rahasianya untuk pertama dan terakhir kalinya. Ia menggenggam tangan ibunya dan berkata....

[Penasaran apa yang diucapkan Layla pada ibunya? Nantikan pos selanjutnya yaaa]

@apostrof.id
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak