Memang kau tidak dapat menembus tabir tanah ini dan menatap matanya. Namun jika kau mampu, kau akan melihat bahwa dia masih tetap mencari-carimu. Mata Layla menceritakan seribu bahasa. Tiap katanya adalah namamu. Tiap Kalimatnya dipersembahkan kepadamu.
Itu adalah pesan yang harus kau sampaikan padanya, ibu.
Bibir layla bergetar. Dengan air mata mengalir di pipinya, ia memanggil nama kekasihnya untuk terakhir kalinya. Ketika suaranya melemah, cahaya di matanya meredup dan arwahnya melayang bebas dari belenggunya.
Ibu Layla lalu merangkul anaknya yang telah meninggalkan dunia ini. Mendekapnya erat seolah memaksa kehidupan kembali ke tubuhnya. Ia menekan bibirnya dan pipi anaknya yang pucat, kemudian membelai rambutnya. Sepanjang waktu ia membisikan nama Layla dan mencurahkan air mata kepedihan dan kasih sayang. Sang ibu rela menukar dunia ini andai anaknya dapat memperoleh beberapa waktu lagi.
Namun walaupun ia memiliki dunia, tidak ada satu pun yang dapat membawa Layla kembali ke alam kehidupan. Gadis itu telah pergi. Tidak ada yang dapat dilakukan untuk membawanya kembali. Kematian adalah alam yang tidak seorang pun pengunjungnya dapat kembali.
Dan sementara ibu Layla Duduk di sana menangis, rintik hujan mulai turun seakan-akan langit ikut bergabung dalam ratapannya.
@apostrof.id