Kamu tahu? Kini kumandang azan hampir menggema seantero penjuru Eropa. Padahal betapa mereka dahulu melarang keras pengeras suara untuk mengumandangkan panggilan itu. Seperti Pengadilan Kota Gelsenkirchen yang melarang dikumadangkannya azan setelah sepasang suami istri yang tinggal 1 kilometer dari sebuah masjid di Jerman, mengajukan gugatan dengan berargumen suara azan melanggar kebebasan beragama mereka.
Tiba-tiba Eropa bergemuruh. Setelah di Jerman, Belanda, Belgia, Spanyol, dan beberapa negara lainnya orang-orang berkerumun, menghentikan mobil-mobil mereka dan mengabadikan momen yang begitu langka dengan ponselnya: merekam suara azan.
Seolah mereka menemukan ketenangan sejati di tengah wabah yang tiada habisnya.
Pernahkah kita berpikir, bahwa Islam selalu nampak terang cahayanya setelah digempur habis-habisan?
Ingatkah betapa begitu banyak warga Amerika yang begitu penasaran dan menyaksikan kebenaran Islam pasca Tragedi 9/11?
Atau betapa berjayanya Islam setelah kekalahan Perang Uhud yang begitu memilukan?
Menyaksikan Eropa kini, betapa kita merindu dan berdoa agar kota-kota di Eropa kembali menjadi Cordova seribu tahun silam, yang menjadi peradaban Islam dunia. Agar kemajuan ilmu pengetahuan dibarengi dengan ketundukan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Muhammad Abduh, seorang Pembaharu Islam Mesir pernah berkata: "Saya melihat Muslim di Mesir, tapi saya tak melihat Islam di sini. Adapun di Eropa saya tak melihat Muslim, namun saya melihat Islam di sana.”
Menyaksikan harapan yang begitu besar di tanah Eropa, kita berharap agar kalimatnya dapat diubah: "Adapun di Eropa saya melihat Islam, begitu juga Muslim yang begitu ramai."
@apostrof.id