Di Hari Pertama Bulan Ramadan, Mari Ubah Ungkapan Kebencian Menjadi Doa-doa yang Meramaikan Kolom Komentar




Kukira iya, ah, ternyata tidak.

Kukira pasti salah, ah, ternyata benar.

Kukira begini, ah, ternyata begitu.

Begitulah kira-kira sebagian dari kita ketika menyaksikan sebuah potongan video, sebaris judul artikel media, atau sebuah foto yang tak biasa. Kemudian berprasangka, lalu menghukumi sesuatu hanya berdasar mata.

Berkomentar paling atas dan beropini paling keras dengan segala ketidaktahuan dan keterbatasan ilmu yang kita miliki, layaknya seorang ahli yang telah mengkaji ribuan jurnal ilmiah internasional dengan hanya berlandas dalil naqli yang pernah kita dengar sekali waktu.

Jika tidak bertabayyun, lalu apa bedanya dengan ucapan-ucapan kaum munafik yang menuduh Aisyah berzina ketika terpisah dari rombongan?

Jika merasa paling benar, lalu apa bedanya dengan Iblis yang enggan bersujud pada Adam dan berkata: "Aku lebih baik dari dia!"?

Ini bukan tentang mereka, bisa jadi ini tentang kita, tentang aku, tentang saya.

Fenomena ini begitu mudah kita jumpai di media sosial, tepatnya pada kolom komentar. Kita sering tak menyadari bahwa kebencian, umpatan, dan makian yang kita tulis di kolom komentar adalah sama dengan ucapan di dunia nyata. Meski ia tak terdengar, namun ia tercatat dan begitu pasti dicatat.

Mengapa tak mengubah ungkapan kebencian itu menjadi doa-doa yang meramaikan kolom komentar? Bukankah itu lebih nyaman dipandang dan lebih tenang dirasa?

Maka ramaikanlah komentar di bawah dengan doa-doa baikmu di hari pertama bulan ramadaan, agar siapa pun yang membaca dapat serentak mengaminkan.

@apostrof.id

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak