Allah, Mengapa Mencintai-Mu Begitu Sakit?



Allah, mengapa mencintai-Mu begitu sakit? Perlu darah dan tetesan air mata di dalamnya.

Seperti saudara Uighur kami yang dipaksa mendekam,
Seperti saudara Rohingya kami yang diusir dari kampungnya,
Seperti saudara kami di Gaza yang menggigil kedinginan,
Seperti saudara kami di Suriah yang dibom habis tempat tinggalnya,
Seperti saudara kami di India yang dilarang mengungsi hanya karena mereka muslim.

Allah, mengapa mencintai-Mu begitu sakit?

Lauren Booth, seorang jurnalis sekaligus aktivis asal Inggris yang tinggal di Gaza selama sebulan penuh, mendapat pengalaman hidup yang luar biasa. Ketika ia mendapati kata paling sering diucapkan di Gaza adalah Alhamdulillah.

Sebuah anomali rasa syukur yang luar biasa di tengah penindasan.

Menjumpai bahwa penduduk Gaza begitu memikirkan kemiskinan orang lain, saat mereka tak punya apa-apa, membuat hatinya mantap memeluk islam.

Begitu pun saudara kita di Xinjiang, Myanmar, Suriah, Iraq, Yaman, Afghanistan, boleh jadi mereka yang mendapat ujian paling keras di dunia, akan tersenyum paling lebar ketika di hadapan pintu surga malaikat penjaga pintu berucap lembut:
"Salamun 'alaikum bimaa shobartum , Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu."

Kita yang terus terlena akan nyamannya kehidupan dunia, mungkin tak semulia mereka yang terpilih. Mungkin, kita tidak cukup baik untuk islam. Tidak cukup baik untuk menjadi seorang muslim.

Bernahkah berpikir demikian?

@apostrof.id
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak