"Aku tidak bisa membaca." Jawab Muhammad.
Mendengar itu, Jibril memeluk erat Muhammad seakan-akan ia hampir mati, kemudian melepasnya. Jibril mengulangi perintah itu, hingga tiga kali, dan Muhammad memberikan jawaban yang sama.
Pada kesempatan terakhir, Jibril kembali erat memeluk Muhammad, lalu melepasnya, sembari membacakan ayat pertama hingga kelima surat Al Alaq.
Setelah Muhammad selesai mengikuti bacaan, Jibril berlalu pergi. Tubuh Muhammad menggigil hebat, kegelisahan menyelimuti hatinya. Ia segera pulang dalam keadaan takut dan gemetar.
"Zammiluni! Zammiluni! Zammiluni! (Selimuti aku! Selimuti aku! Selimuti aku!)"
Ucap Muhammad pada Khadijah. Khadijah menyelimuti Nabi, hingga berkuranglah cemasnya.
"Khadijah, apa yang sedang terjadi padaku? Aku khawatir terjadi apa-apa padaku."
Dengan penuh kelembutan, Khadijah berusaha menenangkan Nabi seraya berkata,
“Tidak. Bergembiralah! Demi Allah, Dia tidak akan pernah menghinakanmu. Demi Allah, engkau adalah seorang yang menyambung silaturahim, jujur ucapannya, memikul kesulitan orang lain, menanggung orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan mendukung usaha-usaha kebenaran.”
Kemudian Khadijah mengajak Nabi menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal, seorang laki-laki Nasrani yang menulis Injil dalam bahasa Arab.
Waraqah mengatakan bahwa malaikat yang menemui Muhammad ialah An-Namus (Jibril), yang juga telah menemui Musa.
Dalam keadaan yang aneh dan begitu membingungkan itu, Khadijah-lah orang pertama yang mengikrarkan diri untuk beriman kepada Muhammad, sebagai nabi dan rasul terakhir.
Setelah memeluk Islam, Khadijah adalah wanita yang membuat Nabi tetap berdiri teguh di atas jalan dakwahnya, ia korbankan segenap jiwa dan raganya. Kehidupan yang tenang dan nyaman, berubah menjadi kehidupan yang menantang dan penuh gangguan. Kehidupan dakwah, jihad, dan pengepungan. Keadaan tersebut sama sekali tak mengurangi cintanya kepada Muhammad. Bertambah cinta pula terhadap agama yang ia bawa.
Ia senantiasa mendampingi dan mendukungnya mencapai tujuan yang diperintahkan Allah Ta’ala.
Demikianlah keadaan wanita terbaik. Hingga Jibril dan Rabbnya mengucap salam padanya, serta menjanjikan untuknya rumah di surga dari emas yang yang nyaman dan tidak bising.
Begitulah nama Khadijah diabadikan sebagai wanita yang paling dicintai oleh Nabi.
Tiga tahun sebelum hijrah, pada usia ke 65 tahun, Khadijah terlebih dahulu menemui Tuhannya. Dengan tangan mulianya, Nabi sendirilah yang memasukkan jenazahnya ke peristirahatan terakhir.
Kepergian Khadijah yang berdekatan dengan kepergian paman tercinta Nabi, Abu Thalib, menambah deras kesedihannya. Sehingga tahun itu disebut sebagai 'Amul Huzni yang berarti Tahun Kesedihan.
Untuk menghiburnya, Allah memperjalankan Nabi dalam satu peristiwa bersejarah, Isra Miraj. Peristiwa itulah yang menandai diwajibkannya perintah salat lima kali sehari.
Sadarkah kamu? Secara tidak langsung, tiap kali kita menempelkan kening di atas Sajadah, adalah saat ketika kita tengah menyaksikan bukti pengorbanan cinta Khadijah pada Nabi di atas jalan dakwah.
Dan air mata yang menetes di atasnya, adalah guratan kenangan kisah dua manusia yang saling jatuh cinta karena Allah.
Begitulah dahsyatnya kisah Cinta Muhammad dan Khadijah.
@apostrof.id